Monday, November 30, 2020

Kearifan Lokal Budaya Bugis dan Pluralisme

Kearifan Lokal Budaya Bugis dan Pluralisme
(Studi Pendidikan Karakter pada Perguruan Tinggi di Kota Palopo Tahun 2017-2020)

Buku ini membahas tentang kearifan lokal budaya Bugis dan pluralisme (Studi Pendidikan Karakter pada Perguruan Tinggi di Kota Palopo). Penelitian menjelaskan bentuk kearifan lokal budaya Bugis dan pluralisme, serta upaya pelestariannya melalui pendidikan sebagai upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan entopedagogi.

Buku ini menemukan: 1) Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal sejalan dengan nilai-nilai pluralisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. 2) Pelaksanaan pendidikan karakter kearifan lokal pada perguruan tinggi dilakukan beberapa model di antaranya: a) Model tudassipulung, b) living values, c) model pengayaan, b) model pembuatan keputusan dan aksi sosial, aktualisasi model menunjukkan kriteria baik yang ditunjukkan oleh perilaku mahasiswa selama proses pembelajaran berlangsung melalui observasi pembelajaran yang merupakan bagian dari penilaian pembelajaran. 3) Bahwa pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang plural karena Kota Palopo dihuni oleh masyarakat yang multietnis. Misalnya Bugis, Makassar, Rongkong dan Toraja. Serta berbagai suku bangsa, adat, kepercayaan, dan agama yang berbeda-beda. Mereka hidup rukun bersama, ditandai adanya kerja sama di semua aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, sampai kegiatan keagaamaan sudah terjalin paham toleransi dalam beragama yakni saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama. Kota Palopo mempunyai beberapa kearifan lokal, misalnya; Sipakatau artinya saling memanusiakan manusia, Sipakalebbi artinya saling memuliakan, Sipakaingge', artinya saling mengingatkan. Hal tersebut harus tetap dipelihara dan disosialisasikan, sehingga menjadi perekat bagi terciptanya serta terpeliharanya kerukunan umat beragama di Kota Palopo.

Detail:
Penulis: Yunus
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2020
Halaman: xii+ 386 hlm
ISBN: 978-602-5576-64-5





Monday, November 23, 2020

Islam, Demokrasi dan Transisi Otonomi Khusus

Islam, Demokrasi dan Transisi Otonomi Khusus
(Politik dan Dinamika Identitas Lokal di Aceh, Indonesia)

Buku ini menjelaskan mengenai Islam, Demokrasi dan Transisi Otonomi Khusus (Politik dan Dinamika Identitas Lokal di Aceh, Indonesia). Ada dua tujuan dari penelitian ini. Pertama, menganalisispenyebab dari munculnya kembali Islam masuk di panggung politik Aceh setelah MoU Helsinki. Kedua, menganalisis pengaruh Islam di panggung politik Aceh pasca MoU Helsinki. Metode Penelitian yang digunakan ialah Metode Kualitatif. Kemudian, data primer bersandar pada wawancara dengan anggota partai politik lokal. Berikutnya, Buku ini menggunakan pendekatan Ilmu Politik dan kerangka teori Institusi Politik dan Ideologi Politik.

Selanjutnya, ada beberapa temuan penelitian dari Buku ini. Pertama, GAM tidak memiliki keinginan untuk membuat Aceh sebagai negara Islam. Oleh sebab itu, Islam tidak menjadi ideologi dari GAM. Hal ini berdasar pada penelitian dokumen resmi yang dimiliki GAM, baik pernyataan proklamasinya maupun MoU Helsinki. Kedua, Islam kembali masuk ke panggung politik Aceh pasca MoU Helsinki disebabkan pengaturan politik yang dibuat Pemerintah Pusat. Pengaturan politik itu mengharuskan GAM untuk membuat kebijakan publik mengenai Syariat Islam. Ketiga, pengaruh Islam di panggung politik Aceh pasca MoU Helsinki direalisasikan oleh Gubernur Aceh dan mayoritas anggota DPRA yang berasal dari GAM, dengan membuat beberapa kebijakan publik yang berkaitan dengan Syariat Islam.

Selain itu, persamaan penelitian penulis dengan peneliti lainnya ialah mengkaji ideologi dari GAM. Kemudian, perbedaan penelitian penulis dengan peneliti lainnya ialah penulis melakukan penelitian ideologi GAM mulai dari pendiriannya pada tahun 1976 hingga tahun 2018 atau pasca MoU Helsinki sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian ideologi GAM mulai dari pendiriannya hingga sebelum MoU Helsinki. Sementara itu, pada satu sisi, peneliti yang bernama Edward Aspinall (2009) dengan bersandar pada dokumen yang dimiliki GAM pada tahun 1992 menyatakan bahwa Islam menjadi ideologi dari GAM. Di sisi lain, peneliti yang bernama Kirsten E. Schulze (2004) dengan bersandar pada dokumen yang dimiliki GAM pada tahun 1976 menyatakan bahwa Islam tidak menjadi ideologi dari GAM.

Detail:
Penulis: M. Kamal Arifin
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2020
Halaman: x + 214 hlm
ISBN: 978-602-5576-63-8



Thursday, November 19, 2020

Politik Pendidikan Agama di Sekolah

Politik Pendidikan Agama di Sekolah
(Studi Tentang Polemik Pendidikan Agama dalam UU No. 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti tentang politik pendidikan, yaitu proses pembentukan dan pemberlakuan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, yang isinya secara khusus mengorganisasi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Pembentukan pasal ini diharapkan mampu mewujudkan suatu negara Indonesia yang cerdas nan Pancasilais, suatu masyarakat yang sejahtera, damai dan sentosa lahir dan batin, dunia dan akhirat. Di Indonesia, Pendidikan Agama diyakini merupakan suatu mata pelajaran yang sesuai dengan amanah konstitusi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karenanya, melalui proses politik pendidikan yang wujudnya dituangkan dalam sebuah system perundang-undangan, Pendidikan Agama sangat penting untuk diajarkan pada sekolah, demi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, Pendidikan Agama bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, maka kajian ini difokuskan pada pembahasan tentang Pendidikan Agama bukan sebagai institusi pendidikan, akan tetapi sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah umum.

Melalui mata pelajaran umum (sain) diharapkan terbentuk peradaban pendidikan yang mumpuni mencerdaskan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dengan mata pelajaran pendidikan agama diharapkan akan semakin mempertebal keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia pada segenap civitas akademika pendidikan. Paradigma pendidikan holistik dan Pancasilais, yang mengintegrasikan kecerdasan dengan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia itu, untuk mengkritisi dan menjawab pandangan pendidikan sekuler dari A.N Wilson2 dan Arthur J. D’Adamo.3 Selain itu, kajian ini juga ditujukan sebagai kritik dan jawaban atas kelompok kepentingan (interests groups) yang menentang perumusan dan pemberlakuan Pasal 12 ayat (1) huruf a tersebut ketika dibahas, disosialisasikan, dan diundangkan. Kelompok kepentingan (interest group) ini memiliki kecenderungan pendapat bahwa agama dengan beragam derivasi keilmuannya, terlebih mata pelajaran Pendidikan Agama, merupakan salah satu bagian dari religion’s way of knowing. Paradigma ini, dalam ranah pendidikan umum, memiliki potensi negatif untuk dilegislasi atau diterapkan, karena merupakam salah-satu akar penyebab dari konflik-konflik umat beragama. Oleh karena itu, Pendidikan Agama tidak perlu diwajibkan (compulsory) dalam pengajaran di sekolah. Bahkan kalau perlu, menurut kelompok ini, Pendidikan Agama dihilangkan dari kurikulum sekolah, diganti dengan science’s way of knowing yang lebih mencerdaskan manusia. Selain itu, agama dengan beragam produknya dengan tidak terkecuali pendidikan agama, merupakan bagian budaya ketatamasyarakatan dan ketatanegaraan yang berada dalam ranah privasi. Oleh karenanya, mata pelajaran agama seyogyanya secara sukarela (voluntary) saja untuk diajarkan di institusi pendidikan umum.

Detail:
Penulis: Syafi’i
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2020
Halaman: xii + 462 hlm
ISBN: 978-602-5576-61-4






Kematangan Spiritual dan Kompetensi Toleransi: Menakar Peran dan Tantangan FKUB DKI Jakarta

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8...