Wednesday, August 30, 2023

Diskurus Takfir Perspektif al-Ghazali dan al-Zawahiry

Diskurus Takfir Perspektif al-Ghazali dan al-Zawahiry


Doktrin takfir, pelabelan terhadap seseorang, khususnya sesama Muslim, yang meyakini atau mengekspresikan pandangan yang berbeda atau melakukan tindakan tidak beriman tidak hanya didasarkan pada aspek teologi, namun juga aspek sosial dan politik, seperti pengakuan sistem demokrasi, dan bekerjasama dengan non-muslim. Bagi Ayman alZawahiri, batasan (al-hadd) suatu negara di sebut sebagai negara kafir adalah jika negara tersebut tidak menggunakan hukum Allah sebagai landasan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Perluasan makna kafir diiringgi dengan kewajiban jihad dengan membunuh atau memerangi musuh dekat (near enemy) dan musuh jauh (far enemy) yang bersifat individual (fardu ‘ain) yang harus dimunculkan dan ditampakkan dengan tegas dan keras dalam setiap saat dan kesempatan terhadap lawan (al-barra’), bertujuan untuk mendirikan khilafah Islamiyah. Melalui al-Qaedah dan jaringannya, al-Zawahiri, mampu memperluas kewajiban jihad dari skala lokal ke perjuangan berskala global, menghubungkan tujuan lokal menjadi tujuan perjuangan bersifat transnasional

Keragaman praktik takfir menggambarkan bahwa tidak mudah menarik garis yang tegas kapan seorang, kelompok atau pemerintahan Muslim dikatakan telah kafir. Bagi kelompok pendukung takfirisme, karakteristik utamanya adalah penerapan secara ketat konsep al-wala’ al-barra’, berfungsi sebagai mekanisem penutupan sosial (social closure), yang mengacu pada proses menggambar batas, membangun identitas, dan komunitas untuk memonopoli sumber daya yang langka untuk kelompoknya sendiri, dengan demikian mengecualikan orang lain untuk menggunakannya. Mekanisme penutupan sosial diharapkan dapat menghasilkan batasan-batasan yang berbeda antara mereka yang berada, dan menghasilkan identitas khusus dari mereka yang berada di dalamnya, serta memicu terciptanya komunitas tertentu.

Pagar dan Saiful Akhyar Lubis (2019) fokus terkait paham takfiri yang merebak di Indonesia dalam perspektif sunni. Hasilnya, ulama Sunni menentang keras kehadiran paham takfiri di Indonesia ini. Faham Sunni yang cenderung defensif, masih kokoh dengan pertahanannya, sementara Faham Takfiri ini masih saja terus mencari celah dan kesempatan untuk bisa mengalahkan, paling tidak menyingkirkan untuk bisa lebih leluas mengayuh langkah dan menancapkan pengaruhnya di Indonesia.

Detail
Judul: Diskurus Takfir Perspektif al-Ghazali dan al-Zawahiry
Penulis: Amsal Bakhtiar & Saifudin Asrori
Editor : -
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2023
Halaman: 134 hal, ukuran buku 14,5 cm x 20,5 cm
ISBN: 978-623-5448-52-7





Pendidikan Kewarganegaraan: Model dan Impelementasi di Perguruan Tinggi Berbasis Pesantren

Pendidikan Kewarganegaraan:
Model dan Impelementasi di Perguruan Tinggi Berbasis Pesantren


Globalisasi yang ditandai dengan peningkatan perkembangan teknologi-informasi terbukti berdampak pada terkikisnya rasa nasionalisme atau cinta tanah air pemuda. Fenomena melemahnya semangat dan rasa nasionalisme generasi muda, perubahan sikap dan perilaku yang tidak sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Pancasila akibat pengaruh budaya luar, terkikisnya kecintaan generasi muda pada bangsa dan negara, serta melemahnya kebanggaan pada tradisi dan budaya lokal. Beberapa gejala tantangan nasionalisme ditandai dengan meningkanya perilaku seperti rasa curiga dan benci, tidak hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin, kekerasan remaja, sikap ketidakjujuran, berkurangnya etos kerja dan tanggung jawab pribadi atau warga negara, penggunaan bahasa yang buruk, dan semakin kaburnya pedoman moral peningkatan perilaku merusak diri.

Terminologi nasionalisme merujuk pada rasa cinta tanah air tanpa pamrih, merupakan simbol patriotism, bentuk perjuangan dalam membela negara. Nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu konsep mengenai jati diri atau jati diri suatu negara atau sikap kita yang bangga dan cinta tanah air. Nasionalisme muncul sebagai identitas seorang warga negara bermula dari kebanggaan terhadap negaranya. Kebanggaan itu sendiri merupakan proses yang lahir karena dipelajari dan bukan warisan yang turun temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Nasionalisme juga diperlukan sebuah kebanggaan untuk menampilkan identitasnya sebagai suatu bangsa. Nasionalisme dalam arti yang lebih luas mencakup persamaan kewarganegaraan untuk semua kelompok ras dan etnis dalam suatu bangsa, menunjukkan jati diri sebagai bangsa. Berkurangnya rasa nasionalisme para generasi, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia, mengalami krisis moral, yang mengakibatkan kerusakan tatanan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.

Kondisi tersebut menurut beberapa kalangan disebabkan oleh perubahan dan perkembangan (changes and continuity) pendidikan kewargaraan yang tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman. Perubahan pendidikan kewarganegaraan terkait dengan dinamika orientasi politik pemerintah, perbedaan konsep dan kebijakan materi pengajaran berdasarkan sejarah dan bentuk negara, keragaman basis referensi keilmuan, aliran atau ideologi perguruan tinggi, sampai pada minimnya sumberdaya pengajar dan pendanaan.

Detail:
Judul: Pendidikan Kewarganegaraan: Model dan Impelementasi di Perguruan Tinggi Berbasis Pesantren
Penulis: Maulana Dwi Kurniasih
Editor : -
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2023
Halaman: Vi + 168 hal, ukuran buku 17 cm x 25 cm
ISBN: 978-623-5448-51-0



Pembaruan Sistem Pendidikan Islam

Pembaruan Sistem Pendidikan Islam dan Integrasi Keilmuan 


Seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan globalisasi di segala bidang, tuntutan untuk mengantisipasi berbagai macam kemungkinan terciptanya kondisi kehancuran yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan perlu terus diupayakan, utamanya dalam bidang pendidikan. Pendidikan merupakan bagian penting, oleh karenanya pendidikan menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Kehidupan manusia tidak akan bisa terlepas dari pendidikan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam sepanjang hidupnya manusia akan terus membutuhkan pendidikan, bahkan prosesnya akan terus berkelanjutan dan tidak akan pernah berhenti hingga akhir hayatnya. Pendidikan menjadi washilah (sarana) bagi manusia untuk mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupannya, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, teknologi, keamanan, budaya, semuanya bergantung pada pendidikan. Jika pendidikan dapat berfungsi secara optimal maka manusia akan bisa mencapai tujuan yang dicita-citakan, namun sebaliknya jika pendidikan tidak dapat berfungsi secara optimal maka manusia tidak akan bisa mencapai tujuan yang dicita-citakan.4 Hal yang demikian ini menjadi suatu kausalitas yang berlaku dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Agar fungsi pendidikan dapat berlangsung secara optimal maka manusia perlu berupaya semaksimal mungkin untuk menghindarkan berbagai macam kendala yang dapat menghambat visi dan misi pendidikannya.

Sejak penyakit dikotomi keilmuan melanda umat Islam, ruang gerak pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam menjadi lambat, fungsi pendidikan Islam hanya untuk mengajarkan pendidikan agama. Masalah dikotomi keilmuan ini dalam sejarahnya telah terjadi hampir di seluruh negara muslim, antara lain Mesir, Maroko, Makkah dan lain sebagainya, termasuk Indonesia. Sejak dulu hingga saat ini dampak kerugian yang disebabkan oleh dikotomi keilmuan ini masih terasa hingga sekarang. Dalam perjalanannya pendidikan Islam di Indonesia mengalami berbagai macam tantangan yang tidak mudah, salah satu tantangan terbesarnya adalah ketika kaum Kolonial (Belanda) mendirikan pendidikan dengan sistem yang sangat modern. Jika dibandingkan dengan pendidikan Islam, pendidikan modern (Belanda) yang didirikan di Indonesia terlihat lebih menarik daripada pendidikan Islam yang didirikan oleh masyarakat pribumi Indonesia. Tidak menariknya pendidikan Islam lebih disebabkan oleh sistem pendidikannya yang belum berubah, dalam pembelajaran masih terfokus pada pendalaman materi keagamaan (Tafaqquh Fi ad-Din). Tidak sedikit dari kalangan penulis yang memberikan kesimpulan negatif tentang sistem pendidikan Islam, salah satunya adalah pendapat yang disampaikan oleh Stenbrink, ia menyatakan bahwa pendidikan Islam seperti pesantren, dayah dan surau akan gulung tikar (punah) ketika berhadapan dengan pendidikan modern (Belanda). Ternyata sistem pendidikan Islam tradisional yang berada di pesantren salaf masih terus berlanjut, bahkan terus berkembang hingga saat ini sekalipun gerakan pembaharuan sistem pendidikan Islam terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, namun pesantren salaf masih tetap dapat mempertahankan sistem pendidikan tradisional khas pribumi masyarakat Indonesia (Indigenous).

Ilmu pengetahuan umum (sains) dengan filsafatnya berusaha untuk menyelidiki rahasia alam dan memecahkannya untuk kepentingan umat manusia. Telah banyak rahasia-rahasia alam yang terungkap dan telah banyak pula manfaat-manfaat yang dirasakan oleh manusia dengan adanya ilmu pengetahuan tersebut. Islam sebagai agama peradaban, juga bersentuhan dengan filsafat. Masa kejayaan Islam yang ditandai dengan lahirnya pemikir-pemikir muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan pembahasan, penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan, dan gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak. Oleh karena itu, sikap dikotomi ilmu pengetahuan umum dan agama merupakan faktor pemicu kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang, penyakit dikotomik perlu segera mungkin untuk disikapi dengan langkah-langkah yang bijak, sehingga dapat menjadi solusi bagi kemandekan yang dialami pada lembaga pendidikan Islam.

Detail:
Judul: Pembaruan Sistem Pendidikan Islam dan Integrasi Keilmuan 
Penulis: Marzuki
Editor : -
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2023
Halaman: xii+ 151 hlm
ISBN: 978-623-5448-54-1




Tuesday, August 1, 2023

Cerai Gugat Ghaib Sebelum Dua Tahun

Cerai Gugat Ghaib Sebelum Dua Tahun Perspektif Maslahah dan Keadilan Gender


Solusi terakhir dalam penyelasaian konflik rumah tangga adalah perceraian. Jika dalam pernikahan terdapat beberapa hal dalam keadaan tertentu yang menghendaki putusnya pernikahan, maka perceraian menjadi langkah terakhir bagi suami istri keluar dari permasalahan rumah tangga. Disebabkan apabila mereka tetap mempertahankan hubungan perkawinan tersebut, maka akan terjadi kemudaratan bagi keduanya atau bahkan salah satunya. 

Sayyid Sabiq memaparkan perceraian merupakan sebuah usaha untuk mencoba memutuskan ikatan perkawinan dengan cara membubarkan atau mengakhiri perkawinan itu sendiri. Abu Zakaria al-Ansari dalam kitab Fath al-Wahab dan Wahbah alZuhaili dalam kitab Fiqh al-Islâmi Wa Adillatuh menjelaskan bahwa talâq (perceraian) adalah melepaskan ikatan perkawinan atau memutus tali akad nikah dengan klausula cerai dan bahasa sejenisnya.

Hal ini pula dijelaskan oleh Abdurrahman al-Jaziri bahwa talâq ialah melepaskan atau menghilangkan ikatan perkawinan dengan menggunakan kata-kata tertentu. Kemudian menurut R. Subekti, perceraian adalah putusnya perkawinan atas perintah hakim dalam putusan sebagai jawaban atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.5 Perceraian pada dasarnya adalah peristiwa hukum, ialah suatu kejadian yang dapat menimbulkan atau menghilangkan hak maupun kewajiban


Detail
Judul: Cerai Gugat Ghaib Sebelum Dua Tahun Perspektif Maslahah dan Keadilan Gender
Penulis: Nur Ilhamillaili Fisabilillah Miswin
Editor : -
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2023
Halaman: Vi + 140, ukuran buku 17,5 cm x 25 cm
ISBN: 978-623-5448-50-3


Beragama di Era Digital

" Beragama di Era Digital " adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang bagaimana kemajuan teknologi dan digitalisasi memengaruhi ca...