Pondok pesantren merupakan aset bangsa Indonesia yang sangat berharga nilainya, baik nilai historis maupun kontribusi pesantren dalam mencerdaskan anak bangsa. Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren telah mendapatkan pengakuan masyarakat dan pemerintah. Pengakuan pemerintah terhadap pesantren sebagai Sistem Pendidikan Nasional memerlukan waktu yang cukup panjang. Perjalanan panjang tersebut dapat dikaji dari sejarah pesantren. Sejarawan yang mempunyai perhatian terhadap sejarah pesantren misalnya H. J. De Graaf Th. Pegeaud berpendapat bahwa pesantren pada awalnya dirintis oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang berfungsi sebagai media dalam menyebarkan Islam antara tahun 1404-1419 M.
Pendapat H. J. De Graaf Th. Pegeaud senada dengan pendapat Ridin Sofwan bahwa pesantren yang didirikan Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan tahap perintisan yang bersifat persuasif-edukatif. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa istilah dalam pesantren bukan dari bahasa Arab. Misalnya istilah santri, sembahyang, langgar dan sebagainya. Pesantren terus berkembang pesat bahkan mencapai bentuk layaknya sebuah lembaga pendidikan ketika pada masa Raden Rahmat atau lebih akrab dengan sebutan Sunan Ampel di daerah Ampel Denta Surabaya. Raden Rahmat memilih Ampel Denta sebagai pusat penyebaran Agama Islam karena lokasi tersebut strategis dan sekaligus merupakan pintu gerbang perdagangan Kerajaan Majapahit. Kemudian untuk menarik minat masyarakat nama Kalibrantas dirubah menjadi Kaliemas dan Pelabuhan Jenggala Manik dirubah menjadi Tanjung Perak. Gagasan merubah nama pelabuhan ternyata sangat efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Terlebih Pelabuhan Tanjung Perak sampai saat ini termasuk salah satu pelabuhan yang mempunyai peran sangat penting dalam menghidupkan ekonomi rakyat di Surabaya dan sekitarnya.
Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan maka rekomendasi penelitian ini sebagai berikut: Pertama, pesantren di Kota Samarinda hendaknya memperkuat jaringan pesantrennya. Jaringan yang dibangun tidak hanya bersifat individual, tapi sebaiknya ditingkatkan sampai jaringan kelembagaan. Jaringan kelembagaan tersebut sebaiknya diformalkan dalam bentuk kerjasama. Sehingga dengan kerjasama tersebut pesantren tetap dapat melayani kebutuhan masyarakat yang selalu dinamis sesuai dengan perkembangan manusia. Karena dengan jaringan yang bersifat kelembagaan akan mapu menutupi kebutuhan pesantren. Di sisi lain, hendaknya pesantren meningkatkan perannya di masyarakat dalam bentuk kegiatan riil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Terlebih bagi pesantren yang baru tahap perintisan konsistensi pengelola hendaknya ditingkatkan dalam pengelolaan pesantren. Dengan demikian pesantren akan mampu meningkatkan peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang menjadi harapan masyarakat.
Kedua, untuk pemerintah hendaknya pemerintah memfasilitasi pesantren dalam mengembangkan jaringan untuk kelangsungan kehidupan pesantren ke depan yaitu dengan mengaktifkan dan mengintensifkan jaringan pesantren. Seperti memaksimalkan peran (Badan Koordinasi Pondok Pesantren Kota Samarinda). Karakter pesantren biasanya agak terutup, oleh karena itu perlu adanya me-diator antara pesantren yang satu dengan pe-santren lainnya. Dengan adanya mediasi tersebut pesantren selalu survive. Ketiga, bagimasyarakat hendaknya memahami akan posisi dan pentingnya
jaringan, sehingga ketika akan mengembangkan pesantren mempunyai jalur-jalur yang telah dipilihnya. Hal ini akan berdampak positif terhadap perkembangan pesantren ke depan.
Detail:
Penulis: Khojir
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2017
Halaman: xii + 198 hlm
ISBN: 978-602-7775-73-2
No comments:
Post a Comment