Thursday, November 19, 2020

Politik Pendidikan Agama di Sekolah

Politik Pendidikan Agama di Sekolah
(Studi Tentang Polemik Pendidikan Agama dalam UU No. 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti tentang politik pendidikan, yaitu proses pembentukan dan pemberlakuan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, yang isinya secara khusus mengorganisasi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Pembentukan pasal ini diharapkan mampu mewujudkan suatu negara Indonesia yang cerdas nan Pancasilais, suatu masyarakat yang sejahtera, damai dan sentosa lahir dan batin, dunia dan akhirat. Di Indonesia, Pendidikan Agama diyakini merupakan suatu mata pelajaran yang sesuai dengan amanah konstitusi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karenanya, melalui proses politik pendidikan yang wujudnya dituangkan dalam sebuah system perundang-undangan, Pendidikan Agama sangat penting untuk diajarkan pada sekolah, demi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, Pendidikan Agama bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, maka kajian ini difokuskan pada pembahasan tentang Pendidikan Agama bukan sebagai institusi pendidikan, akan tetapi sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah umum.

Melalui mata pelajaran umum (sain) diharapkan terbentuk peradaban pendidikan yang mumpuni mencerdaskan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dengan mata pelajaran pendidikan agama diharapkan akan semakin mempertebal keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia pada segenap civitas akademika pendidikan. Paradigma pendidikan holistik dan Pancasilais, yang mengintegrasikan kecerdasan dengan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia itu, untuk mengkritisi dan menjawab pandangan pendidikan sekuler dari A.N Wilson2 dan Arthur J. D’Adamo.3 Selain itu, kajian ini juga ditujukan sebagai kritik dan jawaban atas kelompok kepentingan (interests groups) yang menentang perumusan dan pemberlakuan Pasal 12 ayat (1) huruf a tersebut ketika dibahas, disosialisasikan, dan diundangkan. Kelompok kepentingan (interest group) ini memiliki kecenderungan pendapat bahwa agama dengan beragam derivasi keilmuannya, terlebih mata pelajaran Pendidikan Agama, merupakan salah satu bagian dari religion’s way of knowing. Paradigma ini, dalam ranah pendidikan umum, memiliki potensi negatif untuk dilegislasi atau diterapkan, karena merupakam salah-satu akar penyebab dari konflik-konflik umat beragama. Oleh karena itu, Pendidikan Agama tidak perlu diwajibkan (compulsory) dalam pengajaran di sekolah. Bahkan kalau perlu, menurut kelompok ini, Pendidikan Agama dihilangkan dari kurikulum sekolah, diganti dengan science’s way of knowing yang lebih mencerdaskan manusia. Selain itu, agama dengan beragam produknya dengan tidak terkecuali pendidikan agama, merupakan bagian budaya ketatamasyarakatan dan ketatanegaraan yang berada dalam ranah privasi. Oleh karenanya, mata pelajaran agama seyogyanya secara sukarela (voluntary) saja untuk diajarkan di institusi pendidikan umum.

Detail:
Penulis: Syafi’i
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2020
Halaman: xii + 462 hlm
ISBN: 978-602-5576-61-4






No comments:

Post a Comment

Kematangan Spiritual dan Kompetensi Toleransi: Menakar Peran dan Tantangan FKUB DKI Jakarta

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8...