Thursday, February 8, 2018

Dimensi toleransi dalam Al-Qur'an

Dimensi toleransi dalam Al-Qur'an
(analisis pemikiran Wahbah Zuhsili dalam tafsir al-Munir)

Al-Qur'an mendeklarasikan eksistensinya sebagai manifestasi dari firman Allah yaitu hudan li al-nas (petunjuk bagi manusia) yang lahir dalam kurung waktu 23 tahun. Manifestasi itu mengandung ekspresi keindahan yang agung, muatan hukum-hukum yang global dan mengandung hukum-hukum yang masih membutuhkan penalaran atau penafsiran. Untuk menjadikan al-Qur‟an sebagai hudan yang sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial, kemasyarakatan dan kebudayaan maka upaya penafsiran menjadi kegiatan intens yang di lakukan oleh para mufassir untuk “menemukan” pesan Allah dibalik sebuah teks itu. Untuk itu, penafsiran bukan saja sebagai aktualisasi terhadap menemukan pesan al-Qur‟an, lebih dari itu ingin menjadikan al-Qur‟an sebagai kitab dan bacaan yang selalu bersahaja dengan perkembangan zaman. Maka konsekuensi dari semua itu penafsiran akan dinamis sesuai kebutuhan kondisi sosial, kebudayaan masyarakat dan akan melahirkan produk penafsiran yang berbeda-beda, karena tafsir adalah ijtihad yang didasarkan pada kemampuan seorang mufassir.

Prinsip-prinsip ajaran al-Qur'an bukan hanya berdimensi muatan hukum yang dijadikan legalitas umat Muslim dalam menjalankan keyakinan dan muamalahnya, al-Qur'an juga mengajarkan dan membawa misi kemanusiaan yang universal dan inklusif terhadap umat lain, al-Qur'an mengajarkan kesadaran sosial, kesadaran pluralitas untuk membangun relasi yang harmonis dibalik sebuah perbedaan.5 Tuhan menciptakan keberagaman sebagai sebuah keniscayaan dalam realitas hidup untuk li ta’arafu (saling mengenal). Wahbah Zuhaili menjelaskan saling mengenal yaitu upaya untuk tidak membanggakan diri dengan status sosial dan karena faktor latar belakang kesukuan/kelompok. Ayat ini juga menegaskan bahwa subtansi Islam yaitu menjunjung persamaan dan kehidupan sosial kemasyarakatan dibalik sebuah perbedaan.

Dalam bingkai keragaman dan keberagamaan itu pula sesungguhnya sebuah anugerah besar untuk diapresiasi bukan menjadi sebuah kejumudan berpikir sehingga yang muncul adalah truth claim (klaim kebenaran), muncul sikap intoleran terhadap mereka yang minoritas seolah ada keegoisan beragama dan bersosial ketika berada di titik mayoritas. Maka problem realitas seperti ini membutuhkan sikap inklusif atau sikap terbuka terhadap orang lain yang berbeda secara kultur, ras apalagi agama. Karena semakin kita mengenali satu sama lain maka akan semakin terbuka peluang untuk saling memberikan manfaat.

Detail
Penulis: Mabrur
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2016
Halaman: xvi + 214 hlm
ISBN: 978-602-7775-49-7


Catatan:

silahkan membaca online pada tombol dibawah ini
untuk mengutif gunakan sesuai aturan yang berlaku

semoga buku ini bermanfaat dan menjadi amal baik bagi penulis







No comments:

Post a Comment

Kematangan Spiritual dan Kompetensi Toleransi: Menakar Peran dan Tantangan FKUB DKI Jakarta

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8...