Wednesday, February 7, 2018

Telaah atas Sanad Hadis dalam Kitab al-Dûrr al-Mantsûr

Telaah atas Sanad Hadis dalam Kitab al-Dûrr al-Mantsûr Karya Jalâl al-Dîn Al-Suyûtî
(Studi tentang Kualitas Hadis Profesi Nabi Nûh as, Yûsuf as, 
dan Dâud as)

Para ulama menyatakan bahwa pembukuan hadis secara resmi, dimulai pada awal abad kedua hijriyah, pada masa 'Umar bin 'Abd 'Azîz (63 - 101 H). Hal ini didasari dengan adanya kekhawatiran akan hilangnya perbendaharaan hadis di hadapan masyarakat. Selain itu juga dikhawatirkan akan bercampur dengan hadis palsu yang semakin marak beredar di masyarakat. 'Umar bin 'Abd al-'Azîz menugaskan tugas mulia ini kepada Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-Zuhrî (50 H - 124 H), sehingga beliau menjadi orang yang pertama kali mengumpulkan hadis ke dalam sebuah kitab, kemudian mengirimkan kitab-kitab hadisnya itu ke berbagai belahan daerah Islam.

Pada masa ini, hadis telah disusun berdasarkan bab. Hadis-hadis yang berkaitan dikumpulkan dalam satu bab, kemudian bab-bab dikumpulkan kepada suatu kitab (satu kitab terdiri dari beberapa bab). Beberapa buku yang dapat kita jumpai pada saat ini, seperti: al-Muwatta` karya Mâlik bin Anas, al Musannif karya 'Abd al-Razâq bin Hammâm al-San?ânî, al Sunnah karya Sa'îd bin Mansûr, dan al-Musannaf karya Abû Bakar bin Abû Syaibah.

Kemudian pada abad ketiga hijriyyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya dalam bidang ilmu ilmu hadis. Disebut sebagai masa pentashihan atau penyaringan, sehingga ulama mulai memisahkan antara hadis dan fatwa sahabat dan tabi?in, demikian pula memilah-milah mana hadis sahîh, hasan maupun yang da'îf, serta kaidah-kaidah hadis Sehingga muncullah Ilmu Dirayah Hadis dan Ilmu Riwayah Hadis.

Ulama hadis menyusun kaedah penelitian sanad, klasifikasi sanad dari segi diterima atau ditolaknya, istilah-istilah khusus untuk memudahkan dalam upaya identifikasi sanad, dan mengelompokkan para periwayat menjadi ahl al-sunnah (orang yang riwayatnya dapat diterima) dan ahl al-bidâ’ (orang yang secara umum, riwayatnya harus ditolak). Menurut Imâm Bukharî (194 - 256 H), sanad dapat dikatakan bersambung jika seorang periwayat dengan periwayat lain yang dekat dengannya terbukti hidup dalam satu zaman (mu’âsarah) dan pernah bertemu walaupun hanya satu kali. Sementara menurut Imâm Muslim (206 - 261 H), menurut kesimpulan beberapa ulama hadis yang mengkaji kitab Muslim, menekankan pada mu’âsarah-nya saja, sedangkan pertemuannya tidak mesti dapat dibuktikan.

Detail
Penulis: Khairul Fadli Simamora
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2016
Halaman: x + 214 hal.


Catatan:

silahkan membaca online pada tombol dibawah ini
untuk mengutif gunakan sesuai aturan yang berlaku

semoga buku ini bermanfaat dan menjadi amal baik bagi penulis







No comments:

Post a Comment

Kematangan Spiritual dan Kompetensi Toleransi: Menakar Peran dan Tantangan FKUB DKI Jakarta

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8...