Wednesday, February 28, 2018

Peribahasa Sebagai Nilai Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Bahasa adalah sistem tanda atau lambang abritrer yang digunakan oleh kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Harimurti, 1983: 32). Bahasa juga dikatakan sebagai media komunikasi universal dunia yang dihasilkan dari olah alamiah manusia yang diwujudkan dalam bahasa lisan sebagai sumber utama (Keraf Gorys,1984:1). Kegiatan tersebut dilakukan sebagai proses saling memahami (al-tafahum) yang asumsi dasarnya diambil dari konsepsi prilaku manusia selaku makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dan berinteraksi dalam menggapai tujuan yang disepakati atau diinginkan.  

Di samping itu, bahasa dikatakan sebagai media atau alat transformasi keilmuan dunia yang diterapkan dalam bentuk bahasa tulis, dan lisan. Bahasa tulisan adalah bahasa yang seolah menggambarkan dan melukiskan simbol-simbol abjad yang divisualisasikan melalui ujaran-ujaran yang terkonstruksi dari simbol untuk simbol. Berbeda dengan bahasa lisan, adalah bahasa komunikasi langsung antara pengucap dan pendengar yang menggunakan unsur fonem dan mimik ucap yang dilafalkan dalam bahasa lisan (al-Sa’rân, tth: 55). Ragam tersebut merupakan media utama pemahaman simbol-simbol makna yang dikomunikasikan dan ditransformasikan.

Selain itu, bahasa dikatakan tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi, melainkan sebagai wadah kebudayaan yang merupakan bagian dari kebudayaan. Eksistensi bahasa tidak terpisahkan dari manusia. Keterkaitan manusia dari bahawa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan membuka akses dan ciri-ciri sesorang atau kelompok di suatu daerah atau bangsa ( Samsuri, 1984: 4 ). Alhasil, sering diketemukan kesamaan dan perbedaan bahasa ungkap, pemakaian kata atau istilah, dan bisa saja kesamaan tersebut itu berbeda dalam maknanya. Apalagi dikatakan bahwa bahasa adalah ungkapan atau wadah kebudayaan suatu bangsa, khususnya dalam pribahasa yang merupakan ajaran wujud nilai dan moral tertinggi suatu bangsa. Contoh halnya dalam pribahasa Indonesia yang mengandung pesan moral, agar manusia hidup tidak seperti sepah yang sudah tidak dibutuhkan lagi, jika sarinya sudah habis “habis manis sepah dibuang”. Pengertian ini secara umum mengandung beberapa arti, diantaranya; (1) dibuang karena tidak dipakai lagi; (2) disimpan pada saat diperlukan saja, dan dibuang jika tidak diperlukan; dan (3) selagi masih bisa dipergunakan dirawat dengan baik, akan tetapi bila tidak, maka dicampakan. Selain itu, ini merupakan analogi yang biasa terjadi pada diri manusia; jika sepah tersebut pada pengertian pertama, maka bisa jadi manusia adalah sampah yang tidak dibutuhkan karena dianggap tidak bermanfaat. Namun, jika pada pengertian kedua, manusia bisa jadi adalah sampah yang mungkin saja bisa di butuhkan  atau pun tidak, karena keberadaanya antara manfaat dan tidak. Sebab itu, pada pengertian ketiga, adalah manusia sepuh dan pensiun, akan tetapi ia adalah pribadi yang bermanfaat, maka ia akan tersimpan dan terawat dan mungkin selamanya akan dibutuhkan, karena pemikiran dan pengabdianya. Konteks lain dalam bahasa Arab, banyak sekali pesan moral yang dituangkan dalam pribahasa, seperti: “Hari esok akan mendatangimu dengan segala sesuatu yang ada padanya”. Pribahasa ini diartikan bahwa masa depan (yang akan datang) sudah pasti adanya dan akan menghampiri, walaupun tak diundang. Masa depan akan dengan sesuai dengan sesuatu yang ada pada masa itu, baik positif atau negatif. Sebab itu, manusia (seseorang) dituntut memiliki kesiapan dalam berbagai hal, agar tidak menjadi sampah di masa depan. Setidaknya tidak akan kehilangan mimpi dan harapan hidup lebih baik dan bermanfaat di masa depan, ketika menemui hambatan dan rintangan.

Detail:
Penulis: Fatwa Arifah
Bahasa: Indonesia
Bulan Terbit: September 2011
Halaman: Vii + 138hlm
ISBN 978-602-99996-1-7


Catatan:

silahkan membaca online pada tombol dibawah ini
untuk mengutif gunakan sesuai aturan yang berlaku

semoga buku ini bermanfaat dan menjadi amal baik bagi penulis







No comments:

Post a Comment

Kematangan Spiritual dan Kompetensi Toleransi: Menakar Peran dan Tantangan FKUB DKI Jakarta

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8...